Dilamun Ombak

"Tatkala senja kita pernah bercengkrama
Bercerita tentang cinta dan kerinduan
Namun saat senja jua kau ucapkan kata yang tak lagi mampu diterima oleh jiwa
Terlalu banyak kenangan antara kau dan aku disela Tuhan menjinggakan semesta
Hingga langit pun terbakar karena bersentuhan dengan mentari di ufuk barat sana"

Puan, kopi kesukaanmu telah kesudahkan.
Nikmatilah!!!
Sembari kau nikmati, bolehkah aku duhai puan menyelingi jamuan kopimu dengan sebuah obrolan?
Jika engkau tak mengizinkan, maka tidak jadi masalah.
Karena mungkin segala apa yang nanti terucap akan menambah rasa asam pahit di arabica mu.
Namun jika itu tak jadi masalah untukmu, maka nikmati jua segala rasa pahit dalam jamuan kopimu ini

Kita telah berlayar beribu hari lamanya, terombang-ambing di tengah samudera.
Tak jarang sampan kita hampir dibalikkan gelombang
Ribuan hari lamanya kita di lamun-lamun ombak.
Dalam sibukku menahkodai sampan ini, tanpa sadar ternyata engkau telah menemukan tanah tepi di ufuk timur sana. Kita bersorak-sorai karena labuhan hampir sampai.
Esoknya kuamati kembali tanah tepi yang engkau tunjuk itu, ternyata bukanlah atlantis yang kurindu.
Ia hanya diisi oleh beberapa mata air yang hanya cukup untuk seorang, tak bisa untuk kita berdua.
Aku terdiam...
Lalu akupun terpaksa harus mengatakan padamu, "Itu bukan Atlantis!!, kita harus tetap berlayar".
Namun kau menolak dan melengkingkan suaramu, kau bersikeras untuk berlabuh
Kita berdebat panjang, tanpa sadar sampan ini pun telah berlabuh
"Puan, jika engkau ingin berlabuh di dermaga ini, silahkan!!!. Aku akan tetap mendayung sampanku menuju Atlantis yang kurindukan".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Datang Sayang

Perihal Puan